Sabtu, 04 Januari 2020

Negara-negara Tradisional Hindu-Budha Di Indonesia

Negara-negara  Tradisional Hindu-Budha Di Indonesia
Sistem Negara Kerajaan Hindu-Buddha
Interaksi Indonesia-India telah terjadi sejak tahun 1000 Sebelum Masehi dan semakin intensif sejak abad II M. Kedua bangsa telah bertemu dalam perdagangan internasional. Komoditas yang diperdagangkan antara lain logam mulia, perhiasan, kerajinan, wangi- wangian, dan obat-obatan. Dari Indonesia bagian timur muncul komoditas kayu cendana, kapur barus, dan cengkih. Interaksi kedua bangsa dalam bidang perdagangan itu membuka jalan bagi masuknya agama dan kebudayaan India ke Indonesia.
 Sebelum Masehi dan semakin intensif sejak abad II M Negara-negara Tradisional Hindu-Budha Di Indonesia

Info Tambahan;
Pengaruh India di Bali
Pengaruh India di Bali biasanya dihubungkan dengan kelahiran dan berkembangnya berbagai sekte, mulai dari sekte Sambu, Brahma, Indra, Wisnu  (Waesnawa),  Bayu  dan  Kala.  Sekte-sekte  tersebut  mengalami interaksi dengan kepercayaan lokal di Bali. Interaksi antara berbagai sekte dengan kepercayaan lokal menyebabkan paham keagamaan yang terbangun tidak sepenuhnya bertahan dalam bentuk aslinya (autentisitas) melainkan mengalami proses silang budaya dengan kepercayaan lokal.
Selain menghadapi pengalaman dengan kepercayaan lokal, paham keagamaan yang bersendikan pada sekte hidup dalam pluralitas yang bisa saja berakhir dengan benturan-benturan paham keagamaan. Keberagaman sekte-sekte itu kemudian diakomodasi dalam konsep Tri Kahyangan oleh Mpu Kuturan ( Senapati Pakiran-kiran I Jero Makabehan) sekitar 923 Saka.
Selain kehadiran sekte-sekte, pengaruh India juga terlihat dari beberapa konsep sebagai berikut.
1.Konsep Pakraman
Konsep pakraman pada dasarnya adalah sebuah tatanan masyarakat yang hidup dalam tradisi India. Tatanan itu disebut dengan Grama yang artinya tatanan (sekarang di India disebut Grama Penchayat). Di Bali, istilah grama ini diterima menjadi krama dan selanjutnya menjadi pakraman. Dengan demikian, sistem sosial Bali Kuno merupakan reproduksi tatanan sosial di India.
2.Legenda dan Mitologi
Ada beberapa legenda dan mitologi yang berkembang secara historis pada masa Jawa/ Bali Kuno.
a.Legenda Aji Saka, yang mengisahkan bagaimana seorang keturunanBrahmana dari India dan menetap di Medang Kemulan. Aji Saka kemudian dikisahkan bisa membangun ketertiban dan peradaban setelah mengalahkan Prabu Baka yang berwatak raksasa (tidakberadab).
b.Kisah kedua tercantum dalam kitab Tantu Pagelaran yang menceritakan asal mula Batara Guru yang pergi bersemadi di Gunung Dieng untuk meminta kepada Brahma dan Wisnu agar Pulau Jawa diberi penghuni. Akhirnya, Brahma menciptakan kaum laki-laki dan Wisnu menciptakan kaum perempuan. Selain itu dikisahkan juga semua dewa menetap di bumi baru itu dan memindahkan Gunung Meru dari Jambhu Dwipa. Sejak itu gunung yang disebut pinkalalingganingbhuwana itu tertanam di Pulau Jawa.
c.Kisah legenda ketiga adalah kedatangan Dinasti Warmadewa yang lebih dihubungkan dengan India dibandingkan dengan Jawa. Walaupun hubungan dengan Jawa akhirnya terbangun ketika putra Udayana, yang bernama Airlangga menjadi menantu Raja Dharmawangsa Teguh Ananta Wikrama di Pulau Jawa dan kemudian memegang kekuasaan atas Pulau Jawa.
 (Sumber: www.balipost.co.id)

Setelah bangsa kita berinteraksi dengan bangsa India, banyak perubahan terjadi dalam kehidupan bangsa kita. Selain bisa memiliki kemampuan menulis, kita juga mengenal sistem pemerintahan kerajaan dan bisa mengembangkan kebudayaan secara lebih maju.

Salah satu pengaruh India yang hingga kini masih bisa kita rasakan adalah dikenalnya sistem pemerintahan kerajaan. Sebelum pengaruh Hindu-Buddha masuk ke Indonesia, kita belum mengenal sistem pemerintahan kerajaan. Waktu itu, kehidupan sosial kita meliputi klan-klan yang yang dipimpin oleh seseorang yang dianggap tertua atau paling berpengaruh di antara mereka. Klan-klan itu tersebar di berbagai pulau di Indonesia dengan corak yang beragam. Kehidupan seperti itu telah berlangsung sejak purba hingga awal abad Masehi.

Setelah pengaruh India masuk, model sosial kemasyarakatan itu pelan-pelan mengalami perubahan. Beragam nilai dan sistem kehidupan yang berlaku dan berkembang di India, mulai menggantikan nilai dan tradisi lokal yang ada di Indonesia. Sistem pemerintahan kerajaan pun mulai diterapkan di berbagai daerah di Indonesia.

1. Negara Kerajaan Kutai
Prasasti yang berbentuk yupa atau tiang batu berjumlah tujuh buah ditulis dengan menggunakan huruf Pallawa dan bahasa Sanskerta. Para ahli epigrafi berhasil membaca isi prasasti itu sehingga kita memperoleh berita tentang Kerajaan Kutai yang berkaitan dengan kehidupan politik, sosial, ekonomi, dan budaya. Kerajaan itu diperkirakan muncul pada abad V M atau sekitar tahun 400 Masehi.

a. Kehidupan Politik
Menurut prasasti tersebut, raja Kerajaan Kutai yang terbesar adalah Mulawarman. Ia adalah putra Aswawarman, sedangkan Aswawarman adalah putra Kundunga. Ditilik dari nama sebutannya, para ahli berpendapat bahwa nama Mulawarman dan Aswawarman memperoleh pengaruh dari India. Karena, di India juga ditemukan nama-nama serupa. Sebaliknya, para ahli mengatakan bahwa nama Kundungga yang merupakan kepala suku itu adalah nama asli Indonesia. Selain itu, prasasti Yupa juga menyebut Aswawarman sebagai  Dewa Ansuman  atau dewa Matahari dan dianggap sebagai  Wangsakerta  atau pendiri keluarga raja.
Raja Mulawarman sendiri telah menganut agama Hindu. Bahkan dalam prasasti itu ditulis bahwa ia telah menyedekahkan 20.000 ekor lembu kepada para brahmana. Ia merupakan pendiri dinasti dalam agama Hindu.

b. Kehidupan Sosial
Kehidupan sosial dalam Kerajaan Kutai bisa dilihat dari pelaksanaaan upacara penyembelihan kurban. Salah satu yupa menyebutkan bahwa Raja Mulawarman memberikan sedekah berupa 20.000 ekor lembu kepada kaum brahmana. Sedekah itu sendiri dilaksanakan di tanah suci yang bernama Waprakeswara,yaitu tempat suci untuk memuja Dewa Syiwa. Dari peristiwa itu, kita bisa melihat bahwa hubungan yang terjadi antara Raja Mulawarman dengan kaum brahmana terjalin secara erat dan harmonis.

c. Kehidupan Ekonomi
Ketujuh Yupa yang ditemukan di sekitar Muarakaman tidak menyebutkan secara spesifik kehidupan ekonomi Kerajaan Kutai. Hanya salah satu Yupa menyebutkan bahwa Raja Mulawarman telah mengadakan upacara korban emas dan tidak menghadiahkan sebanyak 20.000 ekor sapi untuk golongan brahmana. Tidak ada sumber yang pasti tentang asal usul emas dan sapi yang biasa digunakan untuk upacara-upacara kerajaan. Tetapi dari situ kita bisa menduga bahwa Kerajaan Kutai telah melakukan aktivitas perdagangan.

d. Kehidupan Budaya
Karena Kerajaan Kutai telah mendapat pengaruh agama Hindu, maka kehidupan agamanya telah lebih maju. Salah satu contohnya adalah pelaksanaan upacara penghinduan atau pemberkatan seseorang yang memeluk agama Hindu yang disebut  Vratyastoma.
Upacara tersebut dilaksanakan sejak pemerintahan Aswawarman dan dipimpin oleh para pendeta atau brahmana dari India. Baru pada masa pemerintahan Mulawarman, upacara tersebut dipimpin oleh kaum brahmana dari Indonesia. Dari situ kita bisa melihat bahwa kaum brahmana dari Indonesia ternyata telah memiliki tingkat intelektual yang tinggi karena mampu menguasai bahasa Sanskerta. Karena, bahasa ini bukanlah bahasa yang dipakai sehari-hari oleh rakyat India melainkan bahasa resmi  kaum brahmana untuk masalah keagamaan.

2 Negara Kerajaan Tarumanegara
Sejarah Kerajaan Tarumanegara terungkap melalui serangkaian prasasti-prasasti yang berhasil ditemukan di berbagai daerah. Salah satu dari prasasti yang berkaitan dengan keberadaan Kerajaan Tarumanegara. Namanya adalah prasasti Ciaruteun atau prasasti Ciampea. Bahasa yang digunakan di dalam prasasti itu adalah bahasa Sanskerta dengan huruf Pallawa terdiri atas empat baris syair. Dari beberapa prasasti yang berhasil ditemukan, kita bisa mendeskripsikan beberapa segi dalam kehidupan Kerajaan Tarumanegara.

a. Kehidupan Politik
Kerajaan Tarumanegara didirikan oleh Rajadirajaguru Jayasingawarman pada tahun 358 M di tepi Sungai Gomati. Pada tahun 397 M, Purnawarman membangun ibu kota kerajaan baru di  Sundapura. Raja Purnawarman adalah raja ketiga yang memiliki kekuasaan besar, sangat berpengaruh, dan memiliki beragam kebijakan. Kekuasaan raja dilambangkan dengan cap telapak kaki seperti yang terdapat pada prasasti Ciaruteun, Jambu, dan Cianteun. Sebagai perbandingan, di India cap telapak kaki itu melambangkan kekuasaan. Dalam interpretasi yang lain, Purnawarman dilambangkan sebagai Dewa Wisnu yang merupakan penguasa dan pelindung rakyat. Purnawarman diketahui banyak menundukkan daerah musuh-musuhnya.

Pada masa pemerintahan Suryawarman, kekuasaan raja-raja daerah dikembalikan sebagai hadiah kesetiaannya terhadap Tarumanegara. Pengembalian kekuasaan diberikan kepada Rakeyan Juru Pengembat, yang merupakan wakil raja di daerah tersebut. Menurut  Pustaka Nusantara , kekuasaan Purnawarman meliputi 48 raja daerah yang membentang dari Salanagara atau Rajatapura (di daerah Teluk Lada Pandeglang) hingga Purwalingga (sekarang Purbalingga). Hingga akhir kekuasaannya, Tarumanegara hanya memiliki dua belas orang raja. Kedua belas raja itu adalah: Jayasingawarman (358–382), Dharmayawarman (382–395), Purnawarman (395–434), Wisnuwarman (434–455), Indrawarman (455–515), Candra- warman (515–535), Suryawarman (535-561), Kertawarman (561–628), Sudhawarman (628–639), Hariwangsawarman (639–640),Nagajayawarman (640–666), dan Linggawarman (666–669).

Info tambahan;
Prasasti Bukit Koleangkak
shriman data kertajnyo narapatir-asmo yah pura tarumayam nama shri purnnavarmma pracurarupucara fedyavikyatammo tasyedam- pada-vimbadavyam arnagarotsadane nityadksham bhaktanam yangdripanam -bhavati sukhahakaram shalyabhutam ripunam.
Terjemahan menurut Prof. Vogel:
Yang termasyur serta setia kepada tugasnya yaitu raja yang tiada taranya bernama Sri Purnawarman yang memerintah Taruma serta baju perisainya tidak dapat ditembus oleh panah musuh-musuhnya; kepunyaannyalah kedua jejak telapak kaki ini, yang selalu berhasil menghancurkan benteng musuh, selalu menghadiahkan jamuan kehormatan (kepada mereka yang setia kepadanya), tetapi merupakan duri bagi musuh-musuhnya.
Sumber: www. id.wikipedia.org

b. Kehidupan Sosial
Sebagai kerajaan Hindu yang beraliran Wisnu, Tarumanegara juga menjalankan upacara sedekah dengan menyembelih 1.000 ekorsapi yang diserahkan kepada kaum brahmana. Upacara tersebut dilaksanakan pada tahun 417 M setelah penggalian Sungai Gomatidan Candrabhaga selesai dilaksanakan. Saluran air tersebut memiliki panjang 6.112 tombak atau sekitar 11 km. Menuru prasasti Tugu, saluran tersebut dibuat untuk menghadapi bencana banjir dan melindungi petani. Proyek ini dikerjakan secara gotongroyong dan melibatkan seluruh rakyat dalam waktu 21 hari.

c. Kehidupan Ekonomi
Kehidupan ekonomi Kerajaan Tarumanegara didasarkan pada bidang pertanian. Menurut catatan Fa Hien pada abad V M, aspek kehidupan itu meliputi pertanian, peternakan, perburuanbinatang, dan perdagangan. Komoditas yang diperdagangkan antara lain berupa cula badak, perak, dan kulit penyu. Dari prasasti Tugu,kita bisa mengetahui bahwa Raja Purnawarman sangat memerhatikan bidang pertanian.

d. Kehidupan Budaya
Masuknya pengaruh agama dan kebudayaan Hindu, memengaruhi kehidupan budaya Kerajaan Tarumanegara. Pengaruh itu berupa sistem dewa dewi, bahasa dan sastra, mitologi, dan upacara. Mitologi Hindu yang banyak ditemukan dalam prasasti-prasasti Tarumanegara adalah Airawata. Misalnya yang terdapat pada prasasti Telapak Gajah. Gajah tunggangan Batara Indra itu dijadikan nama gajah perang milik Purnawarman. Bahkan, bendera Kerajaan Tarumanegara berlukiskan rangkaian bunga teratai di atas kepala gajah.

Selain dari sejumlah prasasti di atas, berita mengenai keberadaan Kerajaan Tarumanegara juga bisa ditemukan di luar negeri. Pada tahun 414 M, Fa Hien membuat buku yang berjudul Fa-Kao-Chi . Isinya antara lain menceritakan bahwa di Ye-po-ti hanya sedikit orang-orang yang beragama Buddha. Menurut berita dari Dinasti Sui, pada tahun 528 dan 535 telah datang utusan dari  To - l o - m o yang terletak di selatan. Sedangkan berita dari Dinasti Tang, mengisahkan datangnya utusan dari  To - l o - m o  pada tahun 666 dan 669. Secara fonetis,  To - l o - m o adalah sebutan untuk Taruma(negara).

3. Negara Kerajaan Mataram Kuno
Dari beberapa negara kerajaan Hindu yang ada di Indonesia, bisa jadi hanya Kerajaan Mataram Kuno yang memiliki sumber sejarah paling lengkap. Karena, selain ditemukannya prasasti juga didukung dengan penemuan beragam bentuk candi. Dari berbagai sumber sejarah tersebut, kita bisa mendeskripsikan bagaimana kehidupan Kerajaan Mataram Kuno.

a. Kehidupan Politik
Menurut prasasti Canggal, raja yang mula-mula memegang kekuasaan Kerajaan Mataram adalah Sanna, kemudian digantikan oleh Raja Sanjaya. Sementara itu, silsilah raja-raja Mataram dimuat di dalam prasasti Mantyasih, yang ditemukan di daerah Kedu. Menurut prasasti yang berangka tahun 907 M itu, raja Mataram secara urut adalah Raja Sanjaya, Rakai Panangkaran, Rakai Panunggalan, Rakai Warak, Rakai Garung, Rakai Pikatan, Rakai Kayuwangi, Rakai Watuhumalang, dan Rakai Watukura Dyah Balitung. Raja-raja tersebut berasal dari wangsa Sanjaya.

Kerajaan Mataram diperintah oleh dua dinasti yaitu wangsa Sanjaya (Hindu Syiwa) dan wangsa Syailendra (Buddha). Raja- raja yang berasal dari wangsa Syailendra antara lain Bhanu, Wisnu, Indra, dan Samaratungga atau Samagrawira. Kedua dinasti itu akhirnya menyatu setelah terjadi pernikahan antara Rakai Pikatan dengan Pramodwawardhani (putri dari Samaratungga).

Sementara itu, putra Samaratungga yang lain yaitu Balaputradewa menyingkir ke Sriwijaya setelah gagal merebut kekuasaan Mataram. Kekuasaan Mataram kemudian dipegang oleh dinasti Sanjaya hingga abad X di bawah Raja Wawa. Inilah saat Mataram mengalami masa surut dan pindah ke Jawa Timur di bawah Mpu Sendok.

b. Kehidupan Sosial Budaya
Prasasti Canggal yang ditemukan di halaman Candi Gunung Wukir itu juga menceritakan pendirian lingga (lambang Syiwa) di Desa Kunjarakunja oleh Raja Sanjaya. Sementara itu, menurut prasasti Kalasan, Raja Panangkaran mendirikan bangunan suci untuk Dewi Tara dan biara untuk pendeta. Raja Panangkaran juga menghadiahkan desa Kalasan untuk para  sanggha. Bangunan yang tertera di dalam prasasti Kalasan itu adalah Candi Kalasan.  Sementara itu, menurut prasasti Klurak yang ditemukan di  Prambanan, Raja Indra yang bergelar Sri Sanggramadananjaya membuat arca Manjusri (candi Sewu).

Keberadaan Kerajaan Mataram juga didukung oleh sejumlah bukti berupa candi. Misalnya, kompleks candi di Pegunungan Dieng, Candi Gedong Songo (Jawa Tengah bagian utara), Candi Borobudur, Candi Mendut, Candi Plaosan, Candi Prambanan, Candi Sambisari (Jawa Tengah bagian selatan).

c. Kehidupan Ekonomi
Dalam kehidupan bidang perekonomian, tidak disebutkan dalam berbagai prasasti yang berhasil ditemukan. Hanya saja, ditilik dari posisinya, Kerajaan Mataram terletak di pedalaman. Daerahnya dikelilingi oleh sungai-sungai besar seperti Progo, Elo, Bogowonto, dan Bengawan Solo. Letak itu menyebabkan tanahnya subur dan padat penduduknya. Dalam perkembangannya, Raja Balitung mengembangkan kehidupan pelayaran dengan memanfaatkan Sungai Bengawan Solo.

Info Tambahan;
Pengaruh Seni Arsitektur India
Sebagai akibat dari dikenalnya agama dan kebudayaan Hindu-Buddha maka kebudayaan bangsa Indonesia (terutama Jawa) juga mengalami perkembangan. Hal itu bisa dilihat dari seni arca dan seni bangunan (arsitektur). Sebelum kedatangan pengaruh Hindu-Buddha, bangsa kita memiliki kebiasaan membuat bangunan megalitikum untuk menghormati arwah leluhur.
Saat pengaruh India yang memuja tempat-tempat tinggi masuk Indonesia, bangsa Indonesia juga mengikutinya. Apabila dilihat perkembangannya, maka bangunan-bangunan awal hanya berbentuk bangunan batur ( soubasement) yang terbuka. Belum ada atap sehingga arca atau lingga dan yoni bisa terlihat dari luar. Mulai abad IX M, terjadi perubahan besar di dalam seni arsitektur. Misalnya dengan penambahan dinding, relung-relung, dan struktur atap yang terbuat dari batu. Bangunan ini terlihat pada candi di Jawa Tengah seperti Candi Bima di Dieng, Candi Lumbung di Prambanan, dan Candi Pervara di kompleks Candi Sewu. Semakin tinggi pengaruh Hindu-Buddha yang masuk maka bentuk bangunannya semakin sesuai dengan kaidah ajaran Hindu-Buddha atau kuil- kuil pemujaan dewa yang ada di India. Misalnya beberapa candi di Dieng mirip dengan Arjuna Ratha, Draupadi Ratha, dan Dharmaraja Ratha dari Dinasti Pallava di Mabalipuram. Atau Candi Bima yang mirip dengan bangunan suci Orissa di India. Atap Candi Bima yang dihiasi  sikhara mirip dengan atap kuil pemujaan dewa pada bangunan Parasurameswara di Bhuvaneswara.
Setelah keahlian membuat bangunan itu diterima oleh masyarakat maka selanjutnya dikembangkan sesuai dengan kebudayaan lokal yang telah berkembang sebelumnya. Ciri-ciri keindiaan hanya tinggal seni arca dan ornamennya dan semakin pudar seiring dengan semakin menguatnya kreasi lokal. Misalnya pada Candi Barong dan Candi Ijo yang halamannya dibuat bertingkat seperti punden berundak dalam bangunan prasejarah.
Mulai abad XIII–XV M seni arsitektur bangunan suci telah memiliki gaya dan bentuk sendiri. Bentuk arsitekturnya bisa dilihat dari candi-candi bergaya Singasari, gaya Candi Ijo, gaya Candi Brahu, dan gaya punden berundak. Dalam keempat gaya tersebut, pengaruh India sudah menipis dan tinggal sedikit. Bahkan kompleks bangunan Candi Panataran tidak lagi menampilkan corak bangunan suci seperti di Jawa Tengah tetapi sudah mengakomodasi seni bangunan Bali. Apalagi gaya punden berundak, jelas merupakan model asli pribumi yang dikembangkan kembali. Akhirnya pengaruh India hanya tinggal konsep-konsep keagamaan, kedewataan, dan cerita-cerita epik saja.

4.Negara Kerajaan Kediri
Keberadaan Kerajaan Kediri tidak bisa dilepaskan dari sejarahKerajaan Mataram. Karena, setelah dinasti terakhir Kerajaan Mataram, muncul dinasti baru dengan nama Isyana di Medang Mataram. Dinasti ini berkuasa antara 947 M sampai 1016. Sayangnya, kerajaan ini diserang oleh Sriwijaya dan Wurawari hingga mengalami kehancuran.

Satu-satunya keluarga yang selamat adalah Airlangga. Pada akhir pemerintahannya, ia diperintahkan oleh Mpu Bharada untuk membagi kerajaan menjadi dua, yaitu Jenggala dan Panjalu. Salah satu alasan pembagian adalah untuk menghindari peperangan dan konflik. Wilayah kekuasaan kedua kerajaan tersebut dibatasi oleh Gunung Kawi dan Sungai Brantas. Daerah Jenggala meliputi kawasan Malang dan delta Sungai Brantas, dengan ibu kota Kahuripan. Pelabuhannya yang terkenal adalah Surabaya, Rembang, dan Pasuruan. Sedangkan Panjalu meliputi kawasan Kediri dan Madiun dengan ibu kota Daha.

Meskipun sudah dibagi menjadi dua, ternyata konflik dan peperangan memperebutkan keutuhan wilayah justru tidak bisa dihindari.
a. Kehidupan Politik
Semenjak Airlangga membagi kerajaan menjadi dua, konflik antara Jenggala dan Panjalu senantiasa terjadi. Prasasti Banjaran (1052 M) menyebutkan kemenangan Panjalu atas Jenggala. Demikian juga dengan kakawin Bharatayudha karya Mpu Sedah dan Mpu Panuluh, memberitakan bahwa Panjalu memenangkan peperangan dan menguasai takhta Kediri. Masing-masing raja Kediri memiliki lencana sendiri-sendiri. Misalnya Raja Kameswara (1115–1130 M) mempunyai lencana Candrakapale  yaitu tengkorak bertaring. Selanjutnya, Raja Jayabaya (1130–1160) menggunakan lencana Narasingha yaitu manusia setengah singa. Periode Jayabaya merupakan puncak kejayaan Kediri. Pada masa pemerintahan Raja Gandra, nama-nama orang menggunakan nama binatang. Misalnya, Kebo Salawah, Manjangan Puguh, Macan Putih, Gajah Kuning, dan lain-lain. Raja selanjutnya yang memerintah adalah Kertajaya dengan menggunakan lencana  Garudamuka. Sikap kurang bijaksana dari raja ini menyebabkan ia tidak disukai oleh rakyat dan kaum brahmana, hingga Kediri memasuki masa kehancuran.

b. Kehidupan Sosial Budaya
Pada masa Kerajaan Kediri, berkembang beragam bentuk kesenian. Salah satu yang paling menonjol adalah kesusastraan. Secara lebih lengkap akan dibahas pada pembelajaran berikutnya. Hanya saja, dari beberapa kakawin dan prasasti bisa ditemukan informasi bahwa masyarakat di Kerajaan Kediri hidup dalam kesejahteraan. Ketenteraman kehidupan sosial masyarakat Kerajaan Kediri bahkan tertulis di dalam berbagai kitab yang berasal dari Cina.
Misalnya kitab  Ling-mai-tai-ta yang ditulis oleh Cho-Ku-Fei tahun 1178 M dan kitab  Chu-Fan-Chi yang ditulis oleh Chau-Ju-Kua tahun 1225 M.

c. Kehidupan Ekonomi
Ditilik dari letaknya yang berada di tepi Sungai Brantas dengan sejumlah pelabuhan besar, kita bisa mengetahui bahwa kehidupan perekonomian Kerajaan Kediri didominasi oleh aktivitas perdagangan. Meskipun begitu, masyarakat Kediri juga mengenal peternakan dan pertanian. Hasil Kerajaan Kediri antara lain beras, kapas, dan ulat sutra. Dari hasil itulah, penghasilan para pegawainya dibayar dengan menggunakan hasil bumi.

5. Negara Kerajaan Sriwijaya
Bisa jadi, inilah kerajaan maritim terbesar di kawasan Asia Tenggara saat itu. Kerajaan Sriwijaya menguasai perairan barat Nusantara sejak abad VII hingga XV M. Keberadaan Kerajaan Sriwijaya banyak diungkap melalui beragam prasasti dan berita. Misalnya, prasasti Kedukan Bukit (683 M) yang ditemukan di tepi Sungai Talang. Isinya antara lain menceritakan perjalanan suci atau sidayatra yang dilakukan oleh Dapunta Hyang. Ia berangkat dari Minangatamwan dengan membawa 20.000 tentara untuk menaklukkan berbagai daerah. Sementara itu prasasti Talang Tuo (684 M) menceritakan pembuatan Taman Sriksetra. Selain kedua prasasti tersebut, masih ada prasasti yang lain yaitu prasasti Kota Kapur, Karang Berahi. dan Palas Pasemah. Keempat prasasti ini berisi kutukan kepada siapa pun yang tidak tunduk kepada raja Sriwijaya.
Info Tambahan;
Menurut Muh. Yamin, Kerajaan Sriwijaya disebut sebagai Negara Kesatuan I. Dengan demikian cikal bakal persatu-an telah ada sejak lama. Oleh karena itu, mari kita per- tahankan persatuan tersebut.

Sebuah sumber yang ditemukan di Ligor berupa prasasti yang berangka tahun 775 M menjelaskan pendirian sebuah pangkalan di Semenanjung Melayu. Sedangkan prasasti Nalanda yang berasal dari abad IX M menyebutkan tentang pendirian wihara oleh Balaputradewa. Selain itu, keberadaan Kerajaan Sriwijaya juga banyak ditulis oleh para pengelana yang berasal dari Cina dan Arab. Menurut literatur Cina, nama Sriwijaya ditulis  Shih-lo-fo-shih atau  Fo-shih, sedangkan literatur Arab menyebut  Zabag atau Zabay atau  Sribuza.

a. Kehidupan Politik
Hingga kini masih terjadi perdebatan tentang pusat Kerajaan Sriwijaya. Ada yang berpendapat di Palembang yang terletak di tepi Sungai Musi. Pendapat lain menyebutkan bahwa pusat kerajaan berada di Minagatamwan yang terletak di pertemuan Sungai Kampar Kiri dan Kampar Kanan di kawasan Jambi. Hanya saja, ada kesepakatan bahwa urat nadi kerajaan bertumpu pada aktivitas perdagangan. Raja yang pertama bernama Dapunta Hyang Sri Jayanaga.

Kekuasaan Kerajaan Sriwijaya semakin luas ketika berhasil mengembangkan politik ekspansinya. Sasarannya adalah daerah-daerah yang strategis bagi dunia perdagangan. Perluasan wilayah kekuasaan ini tertulis di dalam prasasti yang ditemukan di Lampung, Bangka, dan Ligor. Bahkan, beberapa sumber Cina juga menyebutkan keberhasilan Kerajaan Sriwijaya di dalam memperluas wilayah kekuasaan hingga ke Semenanjung Malaka. Tidak aneh apabila Kerajaan Sriwijaya dikenal sebagai negara antarnusa

b. Kehidupan Sosial Budaya
Salah satu kebesaran Kerajaan Sriwijaya adalah kedudukannya sebagai pusat pendidikan pengembangan agama Buddha di kawasan Asia Tenggara. Kedudukan ini memengaruhi kehidupan sosial masyarakatnya. Bahkan, menurut I-Tshing pada abad VIII M di Kerajaan Sriwijaya telah terdapat 1.000 orang pendeta yang belajar di bawah bimbingan Sakyakirti.

Menurut prasasti Nalanda, banyak pemuda-pemudi dari Kerajaan Sriwijaya yang pergi ke India untuk belajar agama Buddha. Perhatian raja terhadap perkembangan agama Buddha juga besar, terlihat dengan pemberian sebidang tanah yang hendak dipergunakan sebagai asrama pelajar. Bahkan, Balaputradewa mempunyai hubungan erat dengan raja Dewa Paladewa dari India.

c. Kehidupan Ekonomi
Sebagai sebuah kerajaan maritim, Sriwijaya menggantungkan kehidupannya pada aktivitas kelautan. Apalagi letaknya yang strategis di tepi jalur pelayaran dan perdagangan dunia. Dari situlah, Sriwijaya berkembang menjadi pusat perdagangan dan pelabuhan transito. Banyak pedagang dari luar kawasan yang datang ke Sriwijaya untuk mengambil beragam komoditas.

Kedudukan Sriwijaya dalam perdagangan itu didukung oleh dua hal yang saling melengkapi, yaitu pemerintahan raja yang cakap dan bijaksana serta armada laut yang tangguh. Pedagang yang datang ke Sriwijaya merasa aman dari gangguan bajak laut dan nyaman untuk tinggal di lingkungan Kerajaan Sriwijaya. Meningkatnya aktivitas perdagangan itu memengaruhi penghasilan kerajaan. Pemasukan itu berasal dari pembayaran upeti, pajak, dan keuntungan dari perdagangan. Selama berabad- abad, Sriwijaya tampil sebagai kerajaan yang kuat, makmur, dan luas jangkauan pengaruhnya.

6. Negara Kerajaan Singasari
Kisah tentang Kerajaan Sriwijaya bisa diungkap setelah serangkaian candi dan karya sastra bisa kita temukan. Di daerah Singasari sampai Malang banyak ditemukan candi peninggalan Kerajaan Singasari. Sementara itu, kitab yang banyak mengungkap kerajaan ini adalah Negarakertagama karya Mpu Prapanca yang menjelaskan raja-raja yang memerintah Singasari dan kitab Pararaton yang menceritakan misteri Ken Arok.
Ken Arok menjadi akuwu (bupati) Tumapel setelah membunuh Tunggul Ametung dan memperistri Ken Dedes. Dalam per-kembangannya, ia berhasil melepaskan Tumapel dari kekuasaan Kediri berkat dukungan kaum brahmana. Dalam pertempuran di desa Ganter tahun 1222 M, Kertajaya harus menyerahkan kekuasaan Kediri kepada Ken Arok dan merajakan diri di Singasari dengan gelar Sri Rajasa Sang Amurwabhumi. Mulailah Dinasti Rajasa atau Dinasti Girindra mendominasi kekuasaan di tanah Jawa. Hanya saja, drama Negara-Negara Tradisional di Indonesia pembunuhan dengan aroma perebutan kekuasaan karena balas dendam menyelimuti Kerajaan Singasari. Tercatat, hanya Kertanegara yang merupakan raja terbesar Singasari.

a. Kehidupan Politik
Sri Maharaja Sri Kertanegara berhasil memperbesar wilayah kekuasaan Singasari dengan beragam cara. Dalam bidang pemerintahan, ia mengganti beberapa pejabat kerajaan dan memelihara keamanan dengan melakukan perkawinan politik. Kedua cara itu ditempuh untuk menciptakan pemerintahan yang solid, kuat, dan stabil. Untuk memperluas kekuasaannya, Kertanegara menjalankan ekspedisi Pamalayu ke Kerajaan Melayu, Sunda, Bali, dan Pahang. Selain itu, ia juga menggalang kerja sama dengan Kerajaan Campa.

Ekspansi yang dijalankan Kertanegara ternyata justru mengundang ancaman dari luar. Ketidakmauan Kertanegara untuk tunduk kepada Kubilai Khan menyebabkan Singasari berada di dalam bahaya. Apalagi dari dalam negeri muncul pula ancaman Jayakatwang (Kediri) yang bekerja sama dengan Arya Wiraraja (Sumenep). Pada tahun 1292, Kertanegara tewas dalam sebuah peperangan dan didarmakan dalam bentuk candi Syiwa Buddha.

b. Kehidupan Sosial Budaya
Menurut kitab Pararaton dan Negarakertagama, kehidupan sosial masyarakat Singasari diliputi suasana yang aman dan damai. Bahkan, kehidupan religius mereka sudah maju sejak zaman Ken Arok. Hal ini karena di Kerajaan Singasari berkembang ajaran Tantrayana (Syiwa Buddha) dengan kitab suci Tantra. Ajaran ini berkembang sejak periode pemerintahan Wisnuwardhana hingga Kertanegara. Bahkan, saat Jayakatwang menyerang Singasari, tengah dilakukan upacara Tantrayana bersama  mahamantri bersama para pendeta.

c. Kehidupan Ekonomi
Meskipun tidak banyak sumber yang mengungkap kehidupan perekonomian masyarakat Singasari, tetapi ada dugaan bahwa kehidupannya didikung oleh aktivitas pertanian. Seperti diketahui, Singasari menempati daerah yang subur di sekitar sungai Brantas dan Bengawan Solo. Kedua sungai itulah yang menjadi sarana lalu lintas perdagangan dan pelayaran.


7. Negara Kerajaan Majapahit
Kerajaan Majapahit adalah kerajaan Hindu terbesar di Indonesia, yang bisa berdiri akibat kecerdikan Raden Wijaya. Karena saat bala tentara Kubilai Khan datang ke tanah Jawa, ia manfaatkan untuk menyerang Jayakatwang di Kediri. Semula, bala tentara Mongol itu hendak menghukum Kertanegara yang tidak mau tunduk kepada Kubilai Khan. Sekali bertindak, dua sasaran terpenuhi: kekalahan Kertanegara bisa terbalaskan dan bala tentara Kubilai Khan terpedaya. Tahun 1293, Raden Wijaya dirajakan di Majapahit dengan gelar Kertarajasa Jayawardhana.

a. Kehidupan Politik
Ada beberapa usaha yang dilakukan oleh Kertarajasa Jayawardhana untuk mewujudkan pemerintahan Majapahit yang kuat. Selain membangun Majapahit sebagai pusat pemerintahan dan mengawini keempat putri Kertanegara, ia juga membagi kekuasaan kepada orang-orang yang berjasa kepadanya. Misalnya Ranggalawe menjadi Adipati Tuban, Sora menjadi penguasa Daha, atau Nambi menjadi patih hamangkubumi di istana. Meskipun begitu, di dalam negeri juga terjadi pemberontakan, baik pada masa Kertarajasa, Jayanegara, maupun Tribuana Tunggadewi. Salah satu pemberontakan terbesar adalah Pemberontakan Kuti yang terjadi tahun 1319. Pemberontakan ini akhirnya bisa dipadamkan oleh Gajah Mada dengan pasukan Bhayangkari. Keberhasilan Gajah Mada inilah yang membuka jalan baginya untuk menjadi tokoh penting di Kerajaan Majapahit.

Puncak kegemilangan Kerajaan Majapahit terjadi saat Hayam Wuruk menjadi raja dengan gelar Rajasanegara dan Hayam Wuruk menjadi mahapatih. Ekspansi politik dilakukan Gajah Mada dengan dasar sumpah  Amukti Palapa. Seluruh Nusantara berada dalam kekuasaan Majapahit, bahkan hingga ke Semenanjung Malaka. Kerajaan Majapahit pun menjelma menjadi negara kerajaan maritim sekaligus negara kerajaan agraris. Kedaulatan negara dijaga dengan armada laut yang kuat di bawah pimpinan Mpu Nala. Sementara itu, untuk menjalin hubungan dengan negara-negara tetangga, dilakukan diplomasi  mitrekasatata yaitu sahabat sehaluan yang bisa hidup berdampingan secara damai.

b. Kehidupan Sosial Budaya
Meskipun Majapahit adalah kerajaan Hindu terbesar yang ada di Jawa, tetapi di dalamnya juga hidup agama Buddha dan Islam. Menurut Ma Huan, kehidupan masyarakat berjalan rukun dan damai. Kerukunan itu tersirat di dalam kitab Sutasoma  karya Mpu Tantular, ” Bhinneka Tunggal Ika, Tan Hana Dharma mangrua ”. Untuk menjamin kehidupan keagamaan, dibentuklah dewan Dharmadhyaksa Kasaiwan (agama Syiwa Buddha), Dharmadhyaksa Kasogatan (agama Buddha). Dampak pengaturan kehidupan keagamaan tersebut adalah munculnya toleransi antarpemeluk agama.

Sebagai kerajaan yang besar, Majapahit mampu membangun beragam bidang kehidupan. Sisa-sisanya bisa kita temukan sekarang. Misalnya tempat pemandian atau petirtaan, gapura seperti candi bentar dan bajang ratu, candi Penataran (seni bangunan), patung perwujudan Raden Wijaya sebagai Syiwa dan Wisnu, patung Tribhuwana (seni patung), kitab Arjunawiwaha, kitab Kutaramanawa, kitab Ranggalawe, kitab Sorondaka (seni sastra).

c. Kehidupan Ekonomi
Negara Kerajaan Majapahit bercorak agraris, karena aktivitas sebagian besar penduduknya bertumpu pada sektor pertanian. Komoditas utama yang dihasilkan antara lain beras dan rempah-rempah. Selain pertanian, kehidupan perekonomian Kerajaan Majapahit juga di menjalankan aktivitas perdagangan. Pelabuhan yang digunakan antara lain Tuban, Gresik, dan Surabaya dengan komoditas garam, lada, intan, cengkih, pala, kayu cendana, dan gading. Hanya saja, pedagang Majapahit bertindak sebagai pedagang perantara.